WELCOME !

SUGENG RAWUH

Gizi Seimbang Saat Berpuasa

0

Bookmark and Share

Menurunnya keuatan tubuh saat berpuasa adalah hal yang wajar. Rasa lemas memang sering melanda, asal tidak berlebihan. Namun, jika Anda sampai merasakan sakit kepala yang teramat sangat, pandangan mata mulai berkunang-kunang dan gelap, tentu hal itu harus segera diwaspadai. Sebagai tindakan pertama, memeriksakan diri ke dokter adalah hal yang dianjurkan, apalagi melakukan general check up.
Salah satu kemungkinan penyebab gejala di atas adalah turunnya kadar gula darah. Gula darah merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Jika sel-sel tubuh kekurangan energi, Anda akan merasa lemas. Untuk sel-sel otak, gula bahkan menjadi satu-satunya sumber energi.
Kekurangan gula darah dapat menyebabkan gangguan pada sel-sel otak. Salah satu akibatnya adalah pusing, sempoyongan, dan pandangan berkunang-kunang. Turunnya kadar gula darah dapat disebabkan oleh adanya gangguan metabolisme karbohidrat atau pola makan yang kurang baik. Untuk mengetahui kemungkinan adanya gangguan metabolisme, ada baiknya Anda memeriksakan diri ke dokter. Pola makan yang tidak tepat, terutama saat puasa, pun dapat menyebabkan kadar gula darah menjadi tidak stabil.
Kebutuhan gizi saat berpuasa sebenarnya sama dengan ketika tidak sedang berpuasa yaitu karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral dalam jumlah seimbang. Namun saat berpuasa, tubuh tidak mendapat asupan gizi dalam jangka waktu yang cukup panjang yaitu sekitar 14 jam.
Agar tetap dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sel-sel tubuh harus mendapatkan gizi dan energi dalam jumlah yang cukup setiap saat. Oleh karena itu, kita harus bisa mengatur agar tubuh tetap memiliki energi saat tidak menerima asupan zat gizi saat puasa. Energi ini berasal dari “bahan makanan sumber energi” yang terdapat dalam makanan yaitu karbohidrat, lemak, dan protein. Sementara itu, vitamin dan mineral berguna untuk membantu proses pembentukan energi dari bahan-bahan tersebut.
Walaupun sama-sama merupakan bahan makanan sumber energi, karbohidrat, protein, dan lemak memiliki sifat yang berbeda. Karbohidrat, terutama dalam bentuk gula, sangat cepat diproses sel-sel tubuh menjadi energi. Dengan demikian, gula dapat dikatakan sebagai energi instan. Kelebihan gula kemudian akan disimpan sebagai cadangan energi. Sebaliknya, protein dan lemak memerlukan waktu yang lebih lama untuk dicerna tubuh sehingga keduanya kurang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan energi secara instan. Kedua zat gizi ini lebih banyak berperan sebagai cadangan energi.
Perbedaan sifat ketiga bahan tersebut menjadi anjuran untuk mengonsumsi makanan selama bulan puasa. Saat berbuka, kita disarankan untuk memakan makanan yang manis terlebih dahulu agar energi yang terkuras saat berpuasa seharian segera terganti dengan energi yang berasal dari gula. Kurma atau madu adalah beberapa jenis makanan pembuka yang disarankan. Satu jam atau lebih setelah berbuka, barulah makan makanan dengan porsi dan kandungan gizi lengkap.
Sebaliknya, saat sahur menjadi waktu yang tepat untuk menyiapkan cadangan energi. Pada saat ini, asupan protein sebaiknya diperbanyak agar dapat disimpan sebagai cadangan yang akan diubah secara bertahap menjadi energi sepanjang hari selama berpuasa. Ikan, daging, ayam, telur, dan susu adalah contoh sumber protein yang baik. Dengan demikian, tubuh akan tetap terpenuhi kebutuhan energinya walau tidak makan dalam rentang waktu yang panjang.
Banyak orang yang kurang tepat mengatur pola makannya saat berpuasa. Mereka cenderung makan sebanyak-banyaknya saat berbuka dan makan secukupnya saat sahur. Padahal, pola makan yang baik adalah makan secara bertahap saat berbuka dan makan dalam jumlah yang cukup saat sahur.
Pengaturan komposisi zat gizi pun cenderung kurang diperhatikan. Sebaiknya, tetaplah makan dengan gizi seimbang dengan lebih banyak makan makanan yang mengandung karbohidrat saat berbuka dan melebihkan protein saat sahur. Makan sayur dan buah pun mutlak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral bagi tubuh.
Bagaimana dengan makanan berlemak?
Makanan berlemak tetap boleh dikonsumsi, baik saat berbuka, sahur, maupun di antara keduanya, asalkan dalam jumlah yang cukup. Walaupun tinggi kalori, lemak cenderung sulit dicerna sehingga baik dikonsumsi saat sahur. Saat berbuka, sebaiknya kurangi konsumsi lemak karena dapat menyebabkan gangguan pada lambung sebagai akibat meningkatnya produksi asam lambung.
Dengan gizi yang seimbang, tubuh pun akan tetap sehat selama berpuasa.
Read More >>

Olahraga di bulan Ramadhan

0

Bookmark and Share
Berpuasa menahan lapar dan haus bukan berarti menjadi hambatan untuk berolahraga. Di bulan suci, ada beberapa olahraga ringan yang masih bisa kita lakukan untuk tetap menjaga kebugaran tubuh. Memilih olahraga yang tepat justru dapat membantu melancarkan peredaran darah ke tubuh selama berpuasa.Stretching atau peregangan adalah salah satu jenis olahraga sederhana yang bisa dilakukan. Selain berguna untuk melancarkan peredaran darah, kegiatan ini bermanfaat untuk meredakan emosi dan menenangkan pikiran.
Awali pagi dengan tetap bersemangat menjaga kesehatan. Dua latihan ringan berikut bisa membantu.
Peregangan Tubuh Bagian Atas
Sasaran: otot punggung atas, leher, dan bahu
  • Duduk dengan punggung tegak, lutut membentuk posisi sila. Kedua telapak kaki saling bertemu.
  • Tarik nafas yang dalam sehingga tulang punggung terasa memanjang.
  • Hembuskan nafas dan letakkan kedua tangan di pergelangan kaki.
  • Dengan posisi kepala menghadap lantai, tarik nafas dan hembuskan kembali sebanyak 12 kali.
Peregangan Tulang Punggung
Sasaran: otot punggung bawah, perut, dan setiap segmen tulang punggung
  • Berbaringlah telentang sambil tekuk lutut. Jarak kaki selebar pinggul (sekitar 30 cm).
  • Letakkan kedua tangan di samping tubuh.
  • Tarik nafas dalam-dalam, rentangkan tangan ke atas kepala.
  • Sebelum menghembuskan nafas, angkat pinggul dan punggung perlahan. Rasakan kontraksi pada otot perut.
  • Hembuskan nafas dan letakkan kembali punggung dan pinggul perlahan.
  • Ulangi langkah-langkah di atas sebanyak 5 kali
SIANG HARI
Daripada terus memperhatikan jam menunggu waktu berbuka, luangkan waktu sejenak untuk kembali melakukan peregangan. Jika sedang berada di tempat kerja, ganti sejenak pakaian kerja Anda dengan pakaian yang lebih longgar agar leluasa bergerak. Sudah siap? Berikut gerakannya.
Peregangan Otot Kaki
Sasaran: otot kaki
  • Berdiri tegak, telapak tangan kiri berpegangan pada dinding atau kursi.
  • Tarik nafas dalam-dalam dan hembuskan perlahan. Rasakan kontraksi otot dada dan perut menekan tulang punggung.
  • Sambil bernafas, tekuk kaki kanan dan pegang telapaknya dengan tangan kanan. Lakukan perlahan agar tidak terjadi cedera punggung.
  • Perlahan, tarik ujung kaki mendekati bokong. Posisi lutut tetap seperti semula.
  • Tahan posisi tadi selama 30 detik dan ulangi dua kali.
  • Ganti dengan kaki kiri dan tangan kiri.
Peregangan Tubuh Bagian Atas
Sasaran: otot dada dan punggung serta melepaskan ketegangan
  • Duduk di lantai, tekuk lutut setinggi perut.
  • Pegang bagian belakang lutut.
  • Tarik nafas yang dalam dan rasakan tulang punggung yang memanjang.
  • Hembuskan nafas perlahan, rasakan kontraksi otot perut dan dada menekan tulang punggung.
  • Sambil menghembuskan nafas, dorong tubuh bagian atas ke belakang.
  • Tarik nafas lagi sambil kembali ke posisi semula (punggung tegak). Arahkan pandangan ke titik temu dinding dengan langit-langit.
  • Ulangi langkah-langkah di atas sebanyak 5 kali

Read More >>

Materi ramadhan 2

0

Bookmark and Share

Apakah Harus Di Bulan Ramadhan?



Bulan Ramadhan yang ditunggu oleh kaum Muslimin telah tiba. Kerinduan telah terobati dan penantian telah berakhir. Selayaknya setiap insane Muslim memanfaatkan kesempatan emas ini sebelum Ramadhan berlalu. Marilah kita mengoreksi diri agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan di masa silam. Semoga sisa usia yang terbatas dengan ajal ini bisa termanfaatkan dengan baik untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya dan menjadi penghapus segala dosa.

Kedatangan bulan Ramadhan teramat sangat sayang bila dibiarkan begitu saja. Itulah sebabnya, semangat berlomba melakukan kebaikan bergelora pada bulan yang penuh barakah ini. Namun, haruskah semangat berlomba-lomba ini hanya ada di bulan ini saja ? Ingat, Allah Azza wa Jalla berfirman :

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ

Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan [al-Baqarah/2:148]

Sebagai upaya mengingatkan diri, kami mencoba menyajikan beberapa masalah yang biasa dilakukan oleh kaum Muslimin di bulan Ramadhan. Selamat menelaah!

1. SEMANGAT BERIBADAH
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah ditanya tentang sebagian kaum Muslimin yang kurang perhatian terhadap ibadah shalat sepanjang tahun. Namun, ketika Ramadhan tiba, mereka bergegas melakukan shalat, puasa dan membaca al-Qur’ân serta mengerjakan berbagai ibadah yang lain. Terhadap orang seperti ini, Syaikh rahimahullah mengatakan : “Hendaknya mereka senantiasa menanamkan ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla di dalam hati mereka. Hendaklah mereka beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan melaksanakan semua yang menjadikan kewajiban mereka di setiap waktu dan dimanapun juga. Karena, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan maut menjemputnya? Bisa jadi, seseorang mengharapkan kedatangan bulan Ramadhan. Namun, ternyata dia tidak mendapatkannya. Allah Azza wa Jalla tidak menentukan batas akhir ibadah kecuali kematian. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan sembahlah Rabb kalian sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) [al-Hijr/15:99]

Pengertian al-Yaqîn dalam ayat di atas adalah kematian.[1]

Bagi yang masih bermalasan-malasan melakukan ibadah di luar bulan Ramadhan, hendaklah ingatbahwa kematian bisa mendatangi seseorang dimana saja dan kapan saja. Ketika kematian sudah tiba, kesempatan beramal sudah berakhir, dan tiba waktunya mempertanggungjawabkan kesempatan yang Allah Azza wa Jalla berikan kepada kita. Sudah siapkah kita empertanggungjawabkan amalan kita, jika sewaktu-waktu dipanggil oleh Allah Azza wa Jalla ? Allah Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Serta tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Luqmân/31:34]

Renungkanlah pesan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Abdullâh bin ‘Umar bin Khaththâb Radhiyallahu ‘anhu, seorang Sahabat dan putra dari seorang Sahabat pula yang berbunyi :

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلِ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَا تِكَ لِمَوْ تِكَ

Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan !” Ibnu Umar mengatakan : “Jika engkau berada di waktu sore, jangan menunggu waktu pagi dan jika engkau berada di waktu pagi, jangan menunggu waktu sore. Ambillah (kesempatan) dari waktu sehat untuk (bekal) di waktu sakitmu dan ambillah kesempatan dari waktu hidupmu untuk bekal matimu [HR. Bukhâri]

Banyak lagi ayat dan hadits senada dengannya yang menganjurkan kita agar bertakwa setiap saat. Ya Allah Azza wa Jalla, tanamkanlah ketakwaan dalam jiwa-jiwa kami dan bersihkanlah jiwa-jiwa kami ! Sesungguhnya tidak ada yang bisa membersihkan jiwa-jiwa kecuali Engkau.

2. ZAKAT MÂL
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn ditanya: “Apakah sedekah dan zakat hanya dikeluarkan pada bulan Ramadhan?” Beliau rahimahullah menjawab : “Sedekah tidak hanya pada bulan Ramadhan. Amalan ini disunnahkan dan disyariatkan pada setiap waktu. Sedangkan zakat, maka wajib dikeluarkan ketika harta itu telah genap setahun, tanpa harus menunggu bulan Ramadhan, kecuali kalau Ramadhan sudah dekat. Misalnya, hartanya akan genap setahun (menjadi miliknya) pada bulan Sya’ban, lalu dia menunggu bulan Ramadhan untuk mengeluarkan zakat, ini tidak masalah. Namun, jika haulnya (genap setahunnya) pada bulan Muharram, maka zakatnya tidak boleh ditunda sampai Ramadhan. Namun, si pemilik harta, bisa juga mengeluarkan zakatnya lebih awal, misalnya dibayarkan pada bulan Ramadhan, dua bulan sebelum genap setahun. Memajukan waktu pembayaran zakat tidak masalah, akan tetapi menunda penyerahan zakat dari waktu yang telah diwajibkan itu tidak boleh. Karena kewajiban yang terkait dengan suatu sebab, maka kewajiban itu wajib dilaksanakan ketika apa yang menjadi penyebabnya ada. Kemudian alasan lain, tidak ada seorang pun yang bisa menjamin bahwa dia akan masih hidup sampai batas waktu yang direncanakan untuk melaksanakan ibadahnya yang tertunda. Terkadang dia meninggal (sebelum bisa melaksanakannya-pent), sehingga zakat masih menjadi tanggungannya sementara para ahli waris terkadang tidak tahu bahwa si mayit masih memiliki tanggungan zakat.[2]

Keistimewaan bulan Ramadhan memang menggiurkan setiap insan yang beriman dengan hari Akhir. Mungkin inilah sebabnya, sehingga sebagian orang yang terkena kewajiban zakat menunda zakatnya, padahal mestinya tidak. Apalagi kalau melihat kepentingan orang-orang yang berhak menerima zakat. Dan biasanya, mereka lebih membutuhkan zakat di luar bulan Ramadhan, karena sedikit orang bershadaqah, berbeda dengan pada bulan Ramadhan, banyak sekali orang-orang yang mau bershadaqah. Dan ini memang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di luar Ramadhan, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenal dermawan, dan ketika Ramadhan tiba beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan lagi [3], sampai dikatakan : Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan dibandingkan dengan angin yang bertiup.[4]

3. MENGKHATAMKAN AL-QUR’ÂN ?
Di antara hal yang sangat menggembirakan dan menyejukkan hati ketika memasuki bulan Ramadhan yaitu semangat kaum Muslimin dalam melaksanakan ibadah, termasuk di antaranya membaca al-Qur’ân. Hampir tidak ada masjid yang kosong dari kaum Muslimin yang membaca al-Qur’ân. Pemandangan seperti ini jarang bisa didapatkan di luar bulan Ramadhan, kecuali di beberapa tempat tertentu. Yang menjadi pertanyaan, haruskah seorang Muslim mengkhatamkan bacaan al-Qur’ânnya di bulan Ramadhan ? 

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah menjawab : “Mengkhatamkan al-Qur’ân pada bulan Ramadhan bagi orang yang sedang berpuasa bukan suatu hal yang wajib. Namun, pada bulan Ramadhan, semestinya kaum Muslimin memperbanyak membaca al-Qur’ân, sebagaimana Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi oleh malaikat Jibrîl pada setiap bulan Ramadhan untuk mendengarkan bacaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[5]

Dalam hadits shahîh dijelaskan :

إِنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمَ كَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ سَنَةٍ فِي رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ فَيَعْرِضُ عَلَيْهِ رَسُوْل ُاللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْ آنَ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيْلُ كَان رَسُوْل ُاللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّ يْحِ المُرْ سَلَةِ 

Sesungguhnya Jibril mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap tahun pada bulan Ramadhan sampai habis bulan Ramadhan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperdengarkan bacaan al-Qur’ân kepada Jibril. Ketika Jibril menjumpai Rasulullah, beliau lebih pemurah dibandingkan dengan angin yang ditiupkan [HR Muslim]

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan : “Dalam hadits ini terdapat beberapa faidah, di antaranya ; menjelaskan kedermawanan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga menjelaskan tentang anjuran untuk memperbanyak kebaikan pada bulan Ramadhan; dianjurkan untuk semakin baik ketika berjumpa dengan orang-orang shalih; di antaranya juga anjuran untuk bertadarrus al-Qur’ân”[6]

4. ZIARAH KUBUR
Sudah menjadi pemandangan yang biasa terjadi di lingkungan kita, khususnya Indonesia, pada harihari menjelang bulan Ramadhan ataupun di penghujung bulan yang penuh barakah ini, sebagian kaum Muslimin berbondong-bondong pergi ke kuburan untuk ziarah. Waktu dan biaya yang mereka keluarkan seakan tidak menjadi masalah, asalkan bisa menziarahi kubur sanak famili. Bagaimanakah sebenarnya tuntunan dalam ziarah kubur ? Bolehkah kita menentukan hari-hari tertentu untuk melakukan ziarah kubur?

Ziarah kubur itu disyari’at supaya yang masih hidup bisa mengambil pelajaran dan bisa membantu mengingat akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَ كِّرُكُمْ الآخِرَةَ

Hendaklah kalian ziarah kubur, karena ziarah kubur bisa membuat kalian mengingat akhirat. [HR Ibnu Mâjah] [7]

Dalam hadits ini dijelaskan dengan gambling bahwa tujuan ziarah kubur itu supaya bisa mengingat akhirat. Jadi, manfaatnya untuk yang masih hidup. Dalam hadits lain dijelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan do’a kepada para Sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang hendak ziarah kubur.

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الذِّيَارِ مِنَ الْمُؤْ مِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَا ءَاللّهُ لاَ حِقُوْنَ أَسْاَلُ اللَّهَِ لَنَا وَلَكُمْ الْعَا فِيَةَ

Semoga keselamatan bagi kalian wahai kaum Mukminin dan kaum Muslimin, penghuni kuburan. Sesungguhnya kami pasti akan menyusul kalian insya Allah. Aku memohon keselamatan buat kami dan buat kalian [HR Muslim]

Ini menunjukkan manfaat lain dari ziarah kubur yaitu berkesempatan untuk mendo’akan kaum Muslimin yang sudah meninggal, meskipun untuk mendo’akan mereka tidak harus ziarah ke kuburan mereka.

Sedangkan mengenai penentuan hari-hari tertentu untuk ziarah kubur, para Ulama menyatakan tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menentuan hari-hari tertentu untuk ziarah kubur.[8] Ziarah kubur bisa dilakukan kapan saja dan hari apa saja. Ziarah kubur bisa dilakukan ketika ada kesempatan, tanpa menentukan waktu-waktu tertentu. Mengkhususkan hari tertentu untuk ziarah kubur bisa menyebabkan pelakunya terseret ke dalam perbuatan bid’ah. Apalagi jika disertai dengan halhal menyimpang, seperti ziarah kubur dengan tujuan meminta sesuatu kepada penghuni kubur atau meyakini si penghuni kubur memiliki kemampuan untuk menangkal bahaya atau memberi manfaat. Jika demikian, maka si pelaku bisa terjebak dalam perbuatan syirik, iyâdzan billâh.

5. I’TIKAF
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn ketika ditanya : “Apakah disyari’at I’tikâf pada di luar bulan Ramadhan ?

Beliau rahimahullah menjawab : “I’tikaf yang disyari’atkan yaitu pada bulan Ramadhan saja, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan I’tikaf di luar Ramadhan, kecuali pada bulan Syawâl, saat beliau tidak bisa melakukan I’tikâf pada bulan Ramadhan tahun itu.[9] Namun, seandainya ada yang melakukan I’tikâf di luar bulan Ramadhan, maka itu boleh. Karena Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Aku bernadzar untuk melakukan I’tikâf selama satu malam atau satu hari di Masjidil Haram.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Penuhilah nadzarmu !”[10] Namun kaum Muslimin tidak dituntut untuk melakukannya di luar Ramadhan.[11]

Demikian beberapa hal yang berkait dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin, semoga menjadi renungan bagi kita semua.(Redaksi)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_______
Footnote
[1]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al Utsaimîn , 20/88
[2]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al Utsaimin , 18/459. fatwa tentang larangan menunda pembayaran
zakat mal dari waktu wajibnya juga dikeluarkan oleh lajnah Dâimah, 9/392-393
[3]. Dikeluarkan oleh al-Bukhâri dan Muslim
[4]. HR al-Bukhâri, no. 1902 dan Muslim
[5]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al Utsaimîn , 20/184
[6]. Syarhun Nawawi,15/69
[7]. Fatâwâ Lajnatud Dâimah Lil Buhûts wal Iftâ‘, 9/113
[8]. Lihat Fatâwâ Lajnah Dâimah, 9/113
[9]. HR Bukhâri, no. 2041 dan Muslim, no. 1173
[10]. HR Bukhâri, no. 2032 dan Muslim, no. 1656
[11]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn , 20/15

Read More >>

Kebiasaan Rasulullah Di Bulan Ramadhan

0

Bookmark and Share


RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM DI BULAN RAMADHAN

Oleh
Syaikh Dr Muhammad Musa Alu Nashr


Tamu agung nan penuh barakah akan kembali mendatangi kita. Kedatangannya yang terhitung jarang, hanya sekali dalam setahun menumbuhkan kerinduan mendalam di hati kaum Muslimin. Leher memanjang dan mata nanar memandang sementara hati berdegup kencang menunggu kapan gerangan hilalnya terbit.

Itulah Ramadhân, bulan yang sangat dikenal dan benar-benar ditunggu kehadirannya oleh kaum Muslimin.

Kemuliaanya diabadikan dalam al-Qur'ân dan melalui untaian-untaian sabda Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam. Allâh Azza wa Jalla menjadikannya sarat dengan kebaikan, mulai dari awal Ramadhan sampai akhir. Allâh Azza wa Jalla berfirman

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ

"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhân, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'ân sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)".[al-Baqarah/2:185]

Jiwa yang terpenuhi dengan keimanan tentu akan segera mempersiapkan diri untuk meraih keutamaan serta keberkahan yang yang ada didalamnya.

Pada bulan ini Allah Azza wa Jalla menurunkan al-Qur'ân. Seandainya bulan Ramadhan tidak memiliki keutamaan lain selain turunnya al-Qur'ân maka itu sudah lebih dari cukup. Lalu bagaimana bila ditambah lagi dengan berbagai keutamaan lainnya, seperti pengampunan dosa, peninggian derajat kaum Mukminin, pahala semua kebaikan dilipatgandakan, dan pada setiap malam Ramadhan, Allah Azza wa Jalla membebaskan banyak jiwa dari api neraka.

Pada bulan mulia ini, pintu-pintu Surga dibuka lebar dan pintu-pintu neraka ditutup rapat, setan-setan juga dibelenggu. Pada bulan ini juga ada dua malaikat yang turun dan berseru, "Wahai para pencari kebaikan, sambutlah ! Wahai para pencari kejelekan, berhentilah !"

Pada bulan Ramadhân terdapat satu malam yang lebih utama dari seribu bulan. Orang yang tidak mendapatkannya berarti dia terhalang dari kebaikan yang sangat banyak.

Mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia dalam melakukan ketaatan adalah hal yang sangat urgen, terlebih pada bulan Ramadhan. Karena amal shalih yang dilakukan oleh seorang hamba tidak akan diterima kecuali jika dia ikhlash dan mengikuti petunjuk Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi, keduanya merupakan rukun diterimanya amal shalih. Keduanya ibarat dua sayap yang saling melengkapi. Seekor burung tidak bisa terbang dengan menggunakan satu sayap.

Melalui naskah ringkas ini, marilah kita berusaha untuk mempelajari prilaku Rasûlullâh di bulan Ramadhân agar kita bisa meneladaninya. Karena orang yang tidak berada diatas petunjuk Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam di dunia dia tidak akan bisa bersama beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam di akhirat. Kebahagiaan tertinggi akan bisa diraih oleh seseorang ketika ia mengikuti petunjuk Rasûlullâh secara lahir dan batin. Dan seseorang tidak akan bisa mengikuti Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali dengan ilmu yang bermanfaat. Ilmu itu tidak akan disebut bermanfaat kecuali bila diiringi dengan amalan yang shalih. Jadi amalan shalih merupakan buah ilmu yang bermanfaat.

Dibawah ini adalah beberapa kebiasaan dan petunjuk Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam pada bulan Ramadhân :

a). Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan memulai puasa kecuali jika beliau sudah benar-benar melihat hilal atau berdasarkan berita dari orang yang bisa dipercaya tentang munculnya hilal atau dengan menyempurnakan bilangan Sya'bân menjadi tiga puluh.

b). Berita tentang terbitnya hilal tetap beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam terima sekalipun dari satu orang dengan catatan orang tersebut bisa dipercaya. Ini menunjukan bahwa khabar ahad bisa diterima.

c). Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang umatnya mengawali Ramadhân dengan puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali puasa yang sudah terbiasa dilakukan oleh seseorang. Oleh karena itu, beliau n melarang umatnya berpuasa pada hari Syak (yaitu hari yang masih diragukan, apakah sudah tanggal satu Ramadhan ataukah masih tanggal 30 Sya'bân-red)

d). Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam berniat untuk melakukan puasa saat malam sebelum terbit fajar dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh umatnya untuk melakukan hal yang sama. Hukum ini hanya berlaku untuk puasa-puasa wajib, tidak untuk puasa sunat.

e). Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memulai puasa sampai benar-benar terlihat fajar shadiq dengan jelas. Ini dalam rangka merealisasikan firman Allâh Azza wa Jalla :

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ 

"Dan makan serta minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar". [al-Baqarah/2:187]

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada umatnya bahwa fajar itu ada dua macam fajar shâdiq dan kâdzib. Fajar kadzib tidak menghalangi seseorang untuk makan, minum, atau menggauli istri. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah ekstrem kepada umatnya, baik pada bulan Ramadhân ataupun bulan lainnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mensyari'atkan adzan (pemberitahuan) tentang imsak.

f). Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

"Umatku senantiasa baik selama mereka menyegerakan berbuka"

g). Jarak antara sahur Rasûlullâh dan iqâmah seukuran bacaan lima puluh ayat

h). Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki akhlak yang sangat mulia. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Bagaimana tidak, akhlak beliau adalah al-Qur'ân, sebagaimana diceritakan oleh Aisyah Radhiyallahu 'anha. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat menganjurkan umatnya untuk berakhlak mulia, orang-orang yang sedang menunaikan ibadah berpuasa. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkatan dan perbuatan dusta, maka tidak membutuhkan puasanya sama sekali".

i). Rasûlullâh sangat memperhatikan muamalah yang baik dengan keluarganya. Pada bulan Ramadhân, kebaikan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada keluarga semakin meningkat lagi.

j). Puasa tidak menghalangi beliau untuk sekedar memberikan kecupan manis kepada para istrinya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling kuat menahan nafsunya.

k). Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak meninggalkan siwak, baik di bulan Ramadhân maupun diluar Ramadhân guna membersihkan mulutnya dan upaya meraih keridhaan Allâh Azza wa Jalla.

l). Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berbekam padahal beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang menunaikan ibadah puasa. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan umatnya untuk berbekam sekalipun sedang berpuasa. Pendapat yang kontra dengan ini berarti mansukh (telah dihapus).

m). Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berjihad pada bulan Ramadhân dan menyuruh para shahabatnya untuk membatalkan puasa mereka supaya kuat saat berhadapan dengan musuh.

Diantara bukti Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam sayang kepada umatnya yaitu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan orang yang sedang dalam perjalanan, orang yang sakit dan oranng yang lanjut usia serta wanita hamil dan menyusui untuk membatalkan puasanya.

n). Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah pada bulan Ramadhân bila dibandingkan dengan bulan-bulan lain, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhân untuk mencari lailatul qadr.

o). Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhân kecuali pada tahun menjelang wafat, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf selama dua puluh hari. Ketika beri'tikaf, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu dalam keadaan berpuasa

p). Ramadhân adalah syahrul Qur'ân (bulan al-Qur'ân), sehingga tadarus al-Qur'ân menjadi rutinitas beliau, bahkan tidak ada seorangpun yang sanggup menandingi kesungguh-sungguhan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam tadarus al-Qur'ân. Malaikat Jibril Alaihissallam senantiasa datang menemui beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk tadarus al-Qur'ân dengan Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam.

q). Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang dermawan. Kedermawanan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam di bulan Ramadhân tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Kedermawanan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ibarat angin yang bertiup membawa kebaikan, tidak takut kekurangan sama sekali.

r). Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seorang mujahid sejati. Ibadah puasa yang sedang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam jalankan tidak menyurutkan semangat beliau untuk andil dalam berbagai peperangan. Dalam rentang waktu sembilan tahun, beliau mengikuti enam pertempuran, semuanya terjadi pada bulan Ramadhân. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melakukan berbagai kegiatan fisik pada bulan Ramadhân, seperti penghancuran masjid dhirâr [1], penghancuran berhala-berhala milik orang Arab, penyambutan duta-duta, penaklukan kota Makkah, bahkan pernikahan beliau dengan Hafshah

Intinya, pada masa hidup Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam, bulan Ramadhân merupakan bulan yang penuh dengan keseriusan, perjuangan dan pengorbanan. Ini sangat berbeda dengan realita sebagian kaum Muslimin saat ini yang memandang bulan Ramadhân sebagai saat bersantai, malas-malasan atau bahkan bulan menganggur atau istirahat.

Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan taufik kepada kita untuk selalu mengikuti jejak Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam, hidup kita diatas sunnah dan semoga Allah Azza wa Jalla mewafatkan kita juga dalam keadaan mengikuti sunnah Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_______
Footnote
[1]. Masjid yang dibangun oleh kaum munafik untuk memecah belah kaum Muslimin
Read More >>